Para peneliti di Universitas Georgia telah mengembangkan material baru yang sifatnya ideal untuk peralatan medis seperti masker dan perban. Material ini juga lebih ramah lingkungan dibandingkan material yang digunakan saat ini.
Dengan menggunakan kain nonwoven (kain yang dibuat dengan menggabungkan serat tanpa ditenun atau dirajut), tim yang dipimpin oleh Gajanan Bhat berhasil menciptakan material komposit yang fleksibel, bernapas, dan menyerap keringat yang ideal untuk peralatan medis. Penambahan kapas juga membuat material yang dihasilkan nyaman di kulit (faktor penting untuk keperluan medis) dan lebih mudah dikomposkan, sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan produk serupa yang saat ini beredar di pasaran.
Di laboratoriumnya di Northern Riverbend Research Laboratory, Profesor Gajanan Bhat mendemonstrasikan bagaimana kain nonwoven elastis dapat dibungkus dan digunakan sebagai pembalut medis. (Foto oleh Andrew Davis Tucker/Universitas Georgia)
Dengan pendanaan dari USDA, para peneliti menguji berbagai kombinasi katun dan kain nonwoven, serta kain nonwoven asli, untuk mengetahui sifat-sifat seperti kemampuan bernapas, daya serap air, dan daya regang. Kain komposit menunjukkan kinerja yang baik dalam pengujian, memberikan kemampuan bernapas yang baik, daya serap air yang lebih besar, dan pemulihan tarik yang baik, sehingga dapat bertahan dalam penggunaan berulang.
Permintaan kain nonwoven telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan nilai pasarnya diperkirakan mencapai US$77 miliar pada tahun 2027, menurut laporan dari Acumen Research and Consulting. Kain nonwoven banyak digunakan dalam produk rumah tangga seperti popok, produk kebersihan kewanitaan, serta filter udara dan air. Kain ini tahan air, fleksibel, bernapas, dan kemampuannya menyaring udara menjadikannya ideal untuk penggunaan medis.
"Beberapa produk yang digunakan untuk keperluan biomedis, seperti plester dan perban, memerlukan peregangan dan pemulihan setelah diregangkan. Namun, karena bersentuhan langsung dengan tubuh, penggunaan kapas justru dapat bermanfaat," ujar Family and Consumer College. "Layanan ini sangat bermanfaat," ujar Barth, ketua Departemen Tekstil, Merchandising, dan Desain Interior, yang turut menulis makalah ini bersama mahasiswa pascasarjana saat ini, D. Partha Sikdar (penulis pertama) dan Shafiqul Islam.
Meskipun katun tidak selegang kain non-woven, katun lebih menyerap dan lebih lembut, sehingga lebih nyaman dipakai. Kapas juga merupakan tanaman utama di Georgia dan merupakan bagian penting dari perekonomian negara bagian tersebut. USDA selalu mencari cara baru untuk memanfaatkan katun, dan Barth menyarankan agar mereka "menggabungkan kain non-woven yang elastis dengan katun untuk menciptakan sesuatu yang kaya akan katun dan elastis."
Profesor Gajanan Bhat menguji kain nonwoven elastis menggunakan alat uji permeabilitas di laboratoriumnya di Riverbend North Research Laboratories. (Foto oleh Andrew Davis Tucker/Universitas Georgia)
Barth, yang mengkhususkan diri dalam kain nonwoven, meyakini bahan yang dihasilkan dapat mempertahankan sifat-sifat kain nonwoven yang diinginkan sekaligus lebih mudah ditangani dan dapat dibuat kompos.
Untuk menguji sifat komposit, Bhat, Sikdar, dan Islam menggabungkan kapas dengan dua jenis kain nonwoven: spunbond dan meltblown. Kain nonwoven spunbond mengandung serat yang lebih kasar dan umumnya lebih elastis, sementara kain nonwoven melt-extruded mengandung serat yang lebih halus dan memiliki sifat filtrasi yang lebih baik.
"Idenya adalah, 'Kombinasi apa yang akan memberikan hasil yang baik?'" kata Butt. "Anda ingin bahannya bisa sedikit meregang, tetapi juga bisa bernapas dan menyerap keringat."
Tim peneliti menyiapkan kain nonwoven dengan ketebalan yang bervariasi dan menggabungkannya dengan satu atau dua lembar kain katun, menghasilkan 13 jenis untuk pengujian.
Pengujian menunjukkan bahwa material komposit memiliki daya serap air yang lebih baik dibandingkan material non-woven asli, sekaligus mempertahankan sirkulasi udara yang baik. Material komposit menyerap air 3-10 kali lebih banyak daripada kain non-katun. Komposit juga mempertahankan kemampuan non-woven untuk pulih dari peregangan, sehingga memungkinkannya untuk mengakomodasi gerakan spontan tanpa deformasi.
Proses pembuatan kain nonwoven komposit dapat menggunakan kapas berkualitas rendah dan terkadang bahkan kapas bekas atau daur ulang dari produksi produk seperti kaos dan seprai, ujar Barth, profesor serat dan tekstil di Georgia Athletic Association. Dengan demikian, produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan dan lebih murah untuk diproduksi.
Studi ini dipublikasikan di jurnal Industrial Textiles. Doug Hinchliffe dan Brian Condon dari Pusat Penelitian Regional Selatan USDA turut menulis penelitian ini.
Waktu posting: 23-Jan-2024